I. PENDAHULUAN
Kedudukan
akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu
maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung
kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan
batinnya. Sebaliknya, apabila akhlaknya rusak, maka rusaklah lahir dan batinnya.
Kejayaaan seseorang terletak pada akhlaknya yang baik, akhlak yang baik selalu
membuat seseorang menjadi aman, tenang dan tidak adanya perbuatan yang tercela.
Agama
merupakan tujuan yang lurus (shirathal mustaqim) menuju tempat
kebahagiaan, menuju tujuan manusia di dunia dan di akhirat. Iman, Islam dan
Ihsan merupakan tiga unsur yang berjalin, berakhlak mulia sebagai isi ajaran
Rasulullah, menjalani agama (ibadah dan amal shaleh) dengan cara yang ihsan
merupakan kewajiban.[1]
Untuk
itu, dalam pembahasan berikut ini akan dibahas mengenai pengertian Iman, Islam
dan Ihsan serta hubungan antara akhlak dengan Iman, Islam dan Ihsan.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apakah Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan?
B. Bagaimanakah Hubungan antara Akhlak dengan Iman, Islam dan
Ihsan ?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar
diceritakan bahwa pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW, yang
kemudian ternyata orang itu adalah malaikat Jibril, menanyakan tentang arti Iman,
Islam dan Ihsan. Dan dalam dialog antara Rasulullah SAW dengan
malaikat Jibril itu, Rasulullah SAW memberikan pengertian tentang Iman,
Islam dan Ihsan tersebut sebagai berikut:
اَلْآيْمَانُ : اَنْ تُؤْمِنَ
بِااللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَ كُتُبِهِ وَ رُسُوْلِهِ وَالْيَوْمِ الْاَخِرِ
وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِخَيْرِهِ وَشَرِّهِ
اَلْاِسْلَامُ : اَنْ تَشْهَدَ
اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًارَسُوْلُ اللهِ وَ تُقِيْمَ الصَّلَاةَ
وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ تَخُجَّ الْبَيْتَ اِنِ ا سْتَطَعْتَ
إِلَيْهِ سَبِيْلًا
اَلْاِحْسَانُ : اَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَاَنَّكَ تَرَاهُ فَاِنْ
لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَاِنَّهُ يَرَاكَ
Iman : Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan Hari Akhirat seerta engkau beriman kepada
kadar (ketentuan Tuhan) baik dan buruk.
Islam : Engkau menyaksikan bahwa sesungguhnya
tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, p uasa
Ramadhan dan engkau pergi haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi kesana.
Ihsan : Engkau menyembah Allah seakan-akan
engkau melihat-Nya, tetapi jika engkau tidak meluhat-Nya yakinlah bahwa Dia
selalu melihat engkau.[2]
Jika dilihat lebih jauh tentang pengertian Iman,
Islam dan Ihsan baik dilihat dari sudut etimologi maupun terminologi dapat
diperoleh beberapa penjelasan sebagai berikut:
a. Iman
Kata Iman (bahasa arab) adalah bentuk masdardari
kata kerja (fi’il)
اَمَنَ
, يُؤْمِنُ , اِيْمَاناً
Dalam bahasa Indonesia kata Iman biasanya
diartikan dengan kepercayaan atau keyakinan.
Dilihat dari pengertian istilah, Iman itu paling
tidak mengharuskan adanya pembenaran keyakinan akan adanya Tuhan dengan segala
keesaan-Nya dan segala sifat kesempurnaan-Nya serta pembenaran dan keyakinan
terhadap Muhammad Rasulullah dan risalah kerasulan yang ia bawa.[3]
b. Islam
Dilihat dari asal katanya, Islam (bahasa arab)
adalah bentuk masdar dari kata kerja (fi’il) :
اَسْلَمَ
، يُسْلِمُ ، اِسْلاَ مًا
Di dalam Da’irah al-Ma’arif al-Islamiyah dikatakan
:
اَلْاِسْلَامُ
، اَلْخُضُوْعُ وَالْاِسْتِسْلَامُ
“Islam
berarti tunduk dan menyerah/penyerahan diri”.
Dilihat dari istilah Islam ialah tunduk dan
taat, yakni tunduk dan taat kepada
perintah Allah dan kepada larangan-Nya. Perintah dan larangan itu tertuang
dalam ajaran Islam, oleh karena itu hanya mereka yang tunduk dan taat kepada
ajaran Islam yang akan mendapat keselamatan dan kedamaian hidup di dunia dan
akhirat.
Sebagai agama, Islam merupakan kepasrahan dan
penyerahan diri secara total kepada Allah SWT. Ajaran agama Islam memerintahkan
taat kepada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
c. Ihsan
Kata Ihsan (bahasa arab) berasal dari kata kerja
(fi’il)
اَحْسَنَ
، يُحْسِنُ ، اِحْسَانًا artinya فِعْلُ
اَلْحَسَنِ (perbuatan baik).
K.H. Moenawar Chalil mengatakan, Ihsan ialah “berbuat baik atau perbuatan baik”. Asfahani, sebagaimana dikutip oleh Moenawar
Chalil, mengatakan bahwa Ihsan itu
dapat diartikan dalam dua arti, yaitu:
1. Memberi kenikmatan (kebaikan) kepada orang lain.
2. Mengetahui dengan baik akan sesuatu pengetahuan dan mengerjakan dengan baik akan sesuatu pekerjaan.
Jadi Ihsan dapat dikatakan sebagai puncak kesempurnaan
dari Iman dan Islam. Orang yang telah sempurna keimanan dan keislamannya akan
mencapai suatu keadaan dimana ia dapat melakukan ibadah kepada Allah
seakan-akan melihat Allahdan bila tidak dapat demikian, ia akan selalu diawasi
oleh Allah. Ihsan dapat menimbulkan amal saleh dan menjauhkan orang dari
perbuatan-perbuatan buruk. Imam al-Nawawi menegaskan bahwa ihsan itu merupakan jawami’ul
kalim, yaitu suatu ungkapan yang mencakup tujuan dari hakikat Iman dan
Islam.
B. Hubungan Akhlak dengan Iman, Islam dan Ihsan
1. Hubungan Akhlak dengan Iman
Iman ialah mengetahui dan meyakini akan keesaan
Tuhan, mempercayai adanya malaikat, mengimani adanya kitab-kitab yang
diturunkan oleh Allah, iman kepada para Rasul, iman kepada hari akhir dan iman
kepada qada dan qadar. Untuk rukun iman yang pertama bahwa mengetahui dan
meyakini akan keesaan Allah dengan mempercayai bahwa Allah memiliki sifat-sifat
ynag mulia. Untuk itu manusia hendaknya meniru sifat-sifat Tuhan itu, yakni
Allah SWT. Misalnya bersifat Al-Rahman dan Al-Rahim (Maha pengasih dan Maha
Penyayang), maka sebaiknya manusia meniru sifat tersebut dengan mengembangkan
sikap kasih sayang di muka bumi. Demikian juga jika Allah bersifat dengan
Asma’ul Husna itu harus dipraktekkan dalam kehidupan. Dengan cara demikian iman
kepada Allah akan memberi pengaruh terhadap pembentukan akhlak yang mulia.[4]
Demikian juga jika seseorang beriman kepada para
malaikat, maka yang dimaksudkan antara lain adalah agar manusia meniru
sift-sifat yang terdapat pada malaikat, seperti sifat jujur, amanah, tidak
pernah durhaka dan patuh melaksanakan segala yang diperintahkan Tuhan. Hal ini
juga dimaksudkan agar manusia merasa diperhatikan dan diawasi oleh para
malaikat, sehingga ia tidak berani melanggar larangan Tuhan.
Demikian pula beriman kepada kitab-kitab yang
diturunkan Tuhan , khususnya Al-Qur’an, maka dengan mengikuti segala perintah
yang ada dalam Al-Qur’an dan menjauhi apa yang dilarangnya. Dengan kata lain
beriman kepada kitab-kitab, khususnya Al-Qur’an harus disertai dengan berakhlak
dengan akhlak Al-Qur’an seperti halnya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya beriman kepada para rasul, khususnya
kepada Nabi Muhammad SAW. juga harus disertai upaya mencontoh akhlak Rasulullah
di dalam Al-Qur’an dinyatakan oleh Allah bahwa nabi Muhammad SAW itu berakhlak
mulia.
وَإِنَّكَ
لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (٤)
Artinya:
“seseungguhnya engkau Muhammad benar-benar berbudi pekerti mulia.” (Q. S.
Al-Qalam: 4)
Demikian pula beriman kepada hari akhir, dari
sisi akhlaki harus disertai dengan upaya menyadari bahwa segala amal perbuatan
yang dilkaukan selama di dunia ini akan dimintakan pertanggung jawabannya di
akhirat nanti. Amal perbuatan manusia selama di dunia akan ditimbang dan
dihitungb serta diputuskan dengan seadilnya. Mereka yang amalnya lebih banyak
yang buruk dan ingkar kepada Tuhan akan dimasukkan ke dalam neraka, sedangkan
mereka yang amalnya lebih banyak yang biak akan dimasukkan ke dalam syurga. Hal
tersebut diharapkan dapat memotivasi seseorang agar selama hidupnya di dunia
ini banyak melakukan amal yang baik, menjauhi perbuatan dosa dan ingkar kepada
Allah.
Selanjtnya beriman kepada qada dan qadar juga
erat kaitannya dengan akhlak, yaitu agar orang yang percaya kepada qada dan
qadar itu seanantiasa mau bersyukur terhadap keputusan Tuhan dan rela menerima
segala keputusan-Nya. Perbuatan demikian termasuk ke dalam akhlak yang mulia.[5]
2. Hubungan Akhlak dengan Islam
Dalam keseluruhan ajaran Islam akhlak menempati
kedudukan yang sangat penting. Hal itu dapat dilihat dalam beberapa hal
berikut:
a. Nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul dengan maksud utama
untuk membina dan menyempurnakan akhlak,
sebagaimana dinyatakan dalam hadits,
إِنَّمَا
بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلَاقِ (رواه أحمد)
Artinya:
“bahwasanya aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan keluhuran akhlak (Budi
pekerti)” (HR. Ahmad)
Tugas nabi yang digariskan dalam sejarah
hidupnya cukup menarik simpati manusia untuk mengikuti dan melaksanakan
ajaran-ajaran risalahnya. Karena Risalah yang diajarkan nabi Muhammad
memberikan informasi tentang faktor-faktor keutamaan akhlak, lengkap dengan
penjelasan aspek-aspeknya.[6]
b. Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam,
sehingga Rasulullah pernah mendefinisikan agama itu dengan akhlak yang baik.
Pendefinisian agama Islam dengan akhlak yang baik itu sebanding dengan
pendefinisian ibadah haji dengan wuquf di Arafah. Rasulullah saw pernah
menyebutkan,“Haji adalah Wukuf di Arafah.” Artinya tidak sah haji seseorang
tanpa wukuf di Arafah.
c. Akhlak yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan
seseorang nanti pada hari kiamat. Rasulullah saw bersabda:
مَامِنْ شَىْئٍ
أَثْقَلُ فِى مِيْزَانِ الْعَبْدِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
...
(رواه الترمذى)
Artinya: ”Tidak
ada satupun yang akan lebih memberatkan timbangan (kebaikan) seorang hamba
mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlak yang baik.”
d. Rasulullah menjadikan baik buruknya akhlak seseorang sebagai
ukuran kualitas imannya.
e. Islam menjadikan akhlak yang baik sebagai bukti dan buah
dari ibadah kepada Allah SWT. Misalnya: shalat, puasa, zakat dan haji.
1)
Allah memerintahkan solat
wajib, sekaligus Allah menerangkan Hikmahnya.
Firman Allah :
وَاَقِمِ
الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةِ تَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ (العنكبوت:
٤٥)
Artinya
: “...dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan
keji dan munkar,”
Membersihkan jiwa dari perbuatan keji yang
membawa kehinaan dan mensucikan diri dari perkataan buruk adalah hakikat
shalat.
2)
Mengenai ibadah zakat
pada hakikatnya bukan merupakan pajak yang diambil dari kantong, tetapi
merupakan pembinaan, menanamkan rasa kasih sayang yang tulus dan mendekatkan
hubungan ukhuwwah yang baik di antara lapisan masyarakat. Di samping itu ia
juga membantu menghilangkan sikap dengki dan permusuhan dari dada kalangan
fakir miskin terhadap saudara-saudara mereka yang berpunya. Hal ini lebih
berlanjut berimplikasi pada minimnya kasus tindak pencurian dan berbagai jenis
tindak kriminal lain ynag meresahkan masyarakat.[7]
3)
Begitu juga Islam
mengajarkan ibadah puasa, bukan hanya sekedar menahan diri dari makanan dan
minuman dalam waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan
menahan diri dari keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang. Kita yakin
bahwai badah puasa pasti mengandung manfaat bagi manusia, kita juga menyadari
bahwa manfaat puasa akan dapat dilihat dari segi kesehatan maupun dalam
pembentukan sikap kepribadian. Tegasnya dari segi manapun ibadah puasa mampu
memberikan kemanfaatan yang nyata.
4)
Menunaikan ibadah haji
ke tanah suci yang diperintahkan kepada orang-orang yang mampu merupakan
pelengkap ibadah dari rukun Islam kelima. Kewajiban ini wajib ditunaikan dengan
penuh kesadaran dan keikhlasan hati, sebagai perwujudan iman dan taqwanya
kepada Allah dan Rasul-Nya.[8]
Demikianlah
garis besar ketentuan-ketentuan ibadah dalam Islam yang dituangkan dalam rukun
Islam yang erat hubungannya dengan pembinaan akhlak.[9]
f.
Nabi Muhammad SAW selalu
berdo’a agar Allah SWT membaikkan akhlak beliau.
g. Di dalam Al-qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang
berhubungan dengan akhlak.[10]
3. Hubungan Akhlak dengan Ihsan
Ihsan
dalam arti akhlak mulia atau pendidikan akhlak mulia sebagai puncak keagamaan dapat
dipahami dari beberapa hadits terkenal seperti “sesungguhnya aku diutus
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak dan budi pekerti baik”.
Ihsan secara lahiriyah melaksanakan amal kebaikan. Ihsan dalam
bentuk lahiriyah ini, jika dilandasi dan dijiwai dalam bentuk rohaniyah (batin)
akan menumbuhkan keikhlasan. Beramal Ihsan yang ikhlas membuahkan taqwa yang
merupakan buah tertinggi dari segala amal ibadah kita. Ihsan dalam akhlak
sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat
Ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang menjadi
harapan Rasul dalam salah satu haditsnya. Pada akhirnya ia akan berbuah menjadi
akhlak atau perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan maka
ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.[11]
Adapun landasan Syar’i ihsan yaitu:
وَأَحْسِنُوا
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (١٩٥)
“Dan
berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berbuat baik”. (QS. Al-Baqarah: 195)
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk
berbuat adil dan kebaikan....”. (QS. An-Nahl :90)
IV. KESIMPULAN
Iman, Islam dan Ihsan merupakan tiga serangkai yang tidak boleh
terpisah dalam kerangka agama Islam sesuai dengan bunyi tentang pengertian Iman, Islam dan Ihsan.
Maksudnya kesempurnaan agama (Islam) terletak pada tiga
sendi, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Seorang Islam dapat dikatakan
sebagai muslim yang hakiki bila ia dapat mengumpulkan dalam dirinya ketiga
sendi tersebut.
Dengan demikian, untuk
melihat kuat atau lemahnya Iman dapat
diketahui melalui tingkah laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut
merupakan perwujudan dari Imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya
baik, pertanda ia mempunyai Iman yang kuat, dan jika perbuatannya buruk maka
dapat dikatakan ia mempunyai Iman yang lemah. Islam menjadikan akhlak yang baik
sebagai bukti dan buah dari ibadah kepada Allah SWT. Misalnya: shalat, puasa,
zakat dan haji.