Selasa, 29 Mei 2012

KARYAWISATA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN


I.          PENDAHULUAN
Pendidikan sebagai salah satu aspek dalam meningkatkan sumber daya manusia terus diperbaiki dan direnovasi dari segala aspek. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap tempat yang memiliki sejumlah populasi manusia pasti membutuhkan pendidikan. Perkembangan zaman sekarang ini menuntut peningkatan kualitas individu. Sehingga di manapun ia berada dapat digunakan (siap pakai) setiap saat.
Namun dalam proses belajar-mengajar di sekolah, siswa tidak hanya belajar di kelas dan perlu diajak keluar sekolah untuk meninjau tempat tertentu. Hal itu bukan sekedar rekreasi, tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat kenyataannya, maka perlu diadakan strategi baru yang memanfaatkan media karyawisata dalam proses pembelajaran.

II.          RUMUSAN MASALAH
1.    Apa Pengertian Media Karyawisata ?
2.    Bagaimana Cara Pemanfaatan Karyawisata Sebagai Media Pembelajaran?
3.     Apa Saja Kelebihan dan Kekurangan Karyawisata Sebagai Media Pembelajaran ?

III.          PEMBAHASAN
A.                   Pengertian Media Karyawisata
        Pengertian media, sebagaimana yang telah kita ketahui adalah merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan.[1] Gerlach dan Ely ( 1971 ) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap.[2] Sedangkan kata karyawisata berasal dari karya yang artinya kerja dan wisata yang berarti pergi. Dengan demikian, karya wisata berarti pergi bekerja atau bepergian ke suatu tempat untuk bekerja. Di dalam hubunganya dengan kegiatan belajar mengajar, pengertian karya wisata ialah bahwa murid-murid akan mempelajari sebuah obyek di suatu tempat di mana obyek itu berada. Dengan demikian, apa yang disebut bekerja sebenarnya yang dimaksud ialah mempelajari sesuatu.[3]
        Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa media karya wisata adalah instrumen atau wahana penyalur suatu informasi belajar atau penyalur pesan dengan bepergian ke sebuah obyek  untuk dipelajari di suatu tempat di mana obyek itu berada.
Penggunaan media ini berdasarkan alasan-alasan pertimbangan dimana guru yang bersangkutan harus lebih mengetahuinya. Pada umumnya, alasan pemakaian media ini ialah karena obyek yang akan dipelajari tidak dapat dibawa ke dalam kelas dan hanya dapat dipelajari di tempat dimana obyek itu berada. Sebab-sebabnya adalah antara lain:
1.      Obyeknya terlalu besar
Misalnya di dekat sekolah sedang diadakan perbaikan jalan dimana digunakan sebuah mesin giling. Tentunya mesin giling ini tidak akan dapat dibawa ke dalam kelas karena terlampau besar.
2.      Obyeknya akan mengalami perubahan atau kerusakan jika dipindahkan dari tempatnya
Misalnya dalam Ilmu Pengetahuan Alam dimana guru akan mengajarkan dan memperlihatkan tanaman yang dinamakan “Putri Malu”. Tanaman ini jika tersentuh sedikit saja akan segera menutup dan mengatup daun-daunnya sehingga tidak dapat lagi dilihat bagaimana tanaman itu sesungguhnya jika daun-daunnya masih terbuka.
3.      Obyeknya terlampau berat
Hal ini sama dengan yang diuraikan dalam contoh pertama yaitu mengenai mesin giling. Karena beratnya tentu saja mesin giling itu tidak akan dapat diminta untuk dimasukan ke halaman sekolah karena halaman akan rusak.
4.      Obyeknya berbahaya jika dibawa ke kelas
Misalnya guru akan menjelaskan jenis-jenis binatang buas. Tentunya guru tidak akan dapat membawa harimau dan singa ke kelas, karena seandainya hal itu dapat dilakukan, tetap faktor keamanannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
5.      Obyeknya hanya terdapat di suatu tempat tertentu.
Misalnya pada suatu ketika diberi tahukan dalam surat kabar bahwa di Kebun Raya Bogor telah berkembang apa yang disebut Bunga Bangkai Raksasa. Bunga itu tidak dapat dan tentu tidak boleh diangkut ke tempat lain. Oleh karena itu, jika guru bermaksud memperkenalkan bunga raksasa tersebut kepada murid-murid, maka jalan satu-satunya ialah berkaryawisata.[4]
               Obyek wisata harus relevan dengan bahan pengajaran, misalnya museum untuk pelajaran sejarah, kebun binatang untuk pelajaran biologi, taman mini untuk pelajaran ilmu bumi dan kebudayaan, peneropongan bintang di Lembang untuk pelajaran fisika dan astronomi. Karyawisata disamping untuk kegiatan belajar sekaligus juga rekreasi yang mengandung nilai edukatif. Karyawisata sebaiknya dilakukan pada akhir semester atau caturwulan dan dikaitkan dengan keperluan pengajaran dan nerbagai bidang studi secara bersama-sama dan dibimbing oleh guru bidang studi yang bersangkut.[5]

B.                   Pemanfaatan Karya Wisata sebagai Media Pembelajaran.
Dalam pemanfaatan media karya wisata dalam proses pembelajaran siswa, seorang guru perlu menetapkan teknik-teknik meneliti  atau mempelajari obyek yang akan dikunjungi. Teknik-teknik yang umumnya digunakan ialah:
1.    Observasi
Meneliti atau mempelajari suatu obyek melelui observasi merupakan tahapan yang paling penting dalam keseluruhan proses belajar selama suatu karya wisata dilakukan. Sesungguhnya teknik observasi merupakan cara pemahaman yang paling alamiyah (wajar) dalam usaha memperoleh informasi mengenai obyek-obyek dan kejadian-kejadian kehidupan yang riil.
2.    Wawancara
Dalam mengamati suatu obyek, sering tidak cukup memberikan kejelasan yang memuaskan si pengamat. Hal itu mungkin saja timbul karena memang tidak memahami apa yang sedang diamati atau karena penjelasan yang diberikan tidak cukup menjelaskan obyeknya. Ketidakjelasan mengenai apa yang sedang diterangkan mungkin disebabkan karena obyeknya terlalu asing. Untuk memperoleh kejelasan yang dalam bagian-bagian tertentu, perlu kiranya teknik wawancara ini.
3.    Diskusi
Diskusi merupakan penyempurna dari penggunaan teknik pengumpulan data berupa observasi dan wawancara. Melalui diskusi yang dapat dilakukan di tempat obyek atau di suatu ruangan yang telah diatur di tempat obyek, guru, murid-murid, dan para ahli yang berasal dari obyek yang sedang dikunjungi dapat membuka suatu diskusi guna mematangkan, memperjelas segala sesuatu yang telah diamati murid-murid selama karya wisata dilakukan.[6]
Agar penggunaan media karya wisata dapat efektif, maka pelaksanaannya perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Masa persiapan guru perlu menetapkan:
a.    Perumusan tujuan instruksional yang jelas
b.    Pertimbangan pemilihan media ini
c.    Keperluan menghubungi pemimpin obyek yang akan dikunjungi untuk merundingkan segala sesuatunya
d.   Penyusunan perencanaan yang masak, membagi tugas-tugas dan menyiapkan sarana
e.    Pembagian siswa dalam kelompok dan mengirim utusan.
2.    Masa pelaksanaan karya wisata:
a.         Pemimpin rombongan mengatur segalanya yang dibantu petugas-petugas lainnya
b.         Memenuhi tatatertib yang telah ditentukan bersama
c.         Mengawasi petugas-petugas pada setiap seksi, dan tugas-tugas kelompok sesuai dengan tanggungjawabnya
d.        Memberi petujuk bila perlu.
3.    Masa kembali dari karya wisata:
a.         Mengadakan diskusi mengenai segala hal hasil dari karya wisata itu
b.                       Menyusun laporan, atau paper atau kesimpulan yang diperoleh
c.         Tindak lanjut dari hasil kegiatan karya wisata seperti; grafik, gambar, model-model, diagram, dan sebagainya.[7]
C.                   Kelebihan dan Kekurangan Karya Wisata sebagai Media Pembelajaran
1.    Diantara kelebihan karya wisata sebagai media pembelajaran yaitu:
a.    Siswa dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang  dilakukan oleh para petugas pada obyek wisata itu, serta mengalami dan menghayati langsung apa pekerjaan mereka. Hal mana tidak diperoleh di sekolah, sehingga kesempatan tersebut dapat mengembangkan bakat khusus atau keterampilan mereka.
b.    Siswa dapat melihat berbagai kegiatan para petugas yang berada di obyek itu secara individu maupun secara kelompok dan menghayati secara langsung, yang akan memperdalam dan memperluas pengalaman mereka.
c.    Dalam kesempatan ini, siswa dapat bertanya jawab, menemukan sumber informasi yang pertama untuk memecahkan segala persoalan yang dihadapi, sehingga mungkin mereka menemukan bukti kebenaran teorinya atau mencobakan teorinya ke dalam praktek.
d.   Dengan obyek yang ditinjau itu siswa dapat memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang terintegrasi, yang tidak terpisah-pisah, dan terpadu.[8]
e.    Kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan siswa duduk di kelas berjam-jam, sehingga motivasi belajar siswa akan lebih tinggi.
f.     Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami.
g.    Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih faktual sehingga kebenarannya lebih akurat.
h.    Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif sebab dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan dan mendemonstrasikan, menguji fakta, dan lain-lain.
i.      Sumber belajar menjadi lebih kaya sebab obyek yang dapat dipelajari bisa beraneka ragam seperti dari aspek sosial, lingkungan alam, dan lain-lain.
j.       Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya, sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan kehidupan di sekitarnya, serta dapat memupuk cinta lingkungan.[9]
2.    Kekurangan media karya wisata diantaranya yaitu:
a.    Pada umumnya akan mengambil waktu jam pelajaran untuk mata pelajaran lainya. Dengan kata lain, akan menghabiskan waktu yang agak banyak. Padahal, jadwal pelajaran sudah ditetapkan sehingga dengan demikian mata-mata pelajaran lainya akan dirugikan.
b.    Mengajar murid-murid dialam terbuka lebih sukar dibandingkan dengan dikelas. Perhatian murid-murid lebih terpengaruh oleh situasi disekitar obyek sehingga pemusatan perhatian pada waktu observasi dilakukan memerlukan pengawasan yang ketat dari Guru
c.    Sukar memegang ketertiban dan disiplin mengingat bahwa murid-murid lebih bebas bergerak kesana kemari. Lain halnya dengan dikelas dimana murid-murid duduk dibangku atau dikursinya.
d.   Kemungkinan terjadinya kecelakaan lebih banyak mengingat  bahwa murid-murid lebih bebas bergerak dan berkeliaran.
e.    Adnya tambahan pengeluaran berupa uang baik dari Guru maupun murid-murid, misalnya untuk membeli perbekalan makanan dan minuman.
f.     Pada umumnya murid-murid tetap berpendapat bahwa karya wisata sama dengan berdarma wisata atau piknik. Keinginan berekreasi lebih menonjol dari pada hasrat untuk mempelajari, menyelidiki, meneliti objek yang akan dikunjungi.[10]
Maka dari itu, sebagai media pembelajaran, karya wisata yang dilaksanakan perlu dioptimalkan dengan memperhatikan hal-hal yang telah direncanakan sebelumnya.
IV.          ANALISIS
Berdasarkan uraian pembahasan diatas, dapat di analisis bahwa karya wisata berperan penting sebagai media dalam proses pembelajaran siswa yang bertujuan agar dapat memperoleh pengalaman langsung dari obyek yang dilihatnya, dapat turut menghayati tugas pekerjaan seseorang, serta dapat mencoba dan meneliti apa yang dihadapinya. Dan dalam proses berkarya wisata tentunya harus mempersiapkan perlengkapan keperluan belajar. Keperluan perlengkapan siswa harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya agar belajar dengan menggunakan media karya wisata ini betul-betul berhasil.
Di sisi lain, guru perlu memberitahukan dan memberi petunjuk mengenai apa yang harus diobservasi dan bagaiman cara mengobservasinya. Hal ini mengingat bahwa setiap murid akan berbeda selera dan pusat perhartiannya, dan seperti ini dapat dicoba misalnya mengajak beberapa murid berjalan-jalan melalui sejejeran toko-toko. Sepulang dari berjalan-jalan itu dan jika ditanyakan apa yang telah mereka lihat dari toko-toko tersebut maka akan ditemukan bahwa setiap anak tertarik pada obyek-obyek tertentu yang mereka lihat hingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ada yang meluihat sesuatu obyek tertentu dan ada yang tidak melihatnya walaupun letak obyek itu sangat jelas di beberapa toko yang berjejeran tersebut. Sedangkan murid yang sama sekali  tidak tertarik perhatiannya pada barang-barang yang ada di toko-toko itu, ternyata tidak dapat menceritakan benda-benda yang telah dilihat mereka.
Guru yang berinisiatif dan kreatif dengan mudah dapat melihat obyek atau kejadian di alam sekitarnya untuk dijadikan bahan karya wisata. Misalnya, sebuah kali atau sungai kecil yang mengalir tidak jauh dari sekolah dapat dijadikan obyek karya wisata. Guru membawa murid-murid ke kali itu dan mengobservasi bagaimana air sungai mengalir, bagaimana warna airnya, adakah ikannya, tumbuh-tumbuhan apa yang tumbuh di tepi kali itu, untuk keprluan apa kali itu dan seterusnya.
Mengingat bahwa setiap media pembelajaran memang memiliki kebaikan dan kelemahan-kelemahannya. Tetapi ini tidak berarti bahwa media ini jangan dipergunakan. Media ini sangat bermanfaat bila sebelumnya dipersiapkan dengan cermat dan baik oleh guru.
Sebaiknya demi kelancaran karyawisata yang akan dilakukan, guru menghubungi orang-orang yang berada di obyek yang dikunjungi, seperti kepala dan pemimpinnya, saat bermanfaat bagi kelancaran jalannya karyawisata. Dapat pula orang tua murid diminta bantuannya sehingga karyawisata dapat dilakukan dengan biaya-biaya yang relatif murah karena ada fasilitas yang disediakan berkat bantuan orang tua murid yang kebetulan bekerja atau menjadi pimpinan suatu obyek karyawisata yang dikunjungi.

    V.            KESIMPULAN
Media karya wisata adalah instrumen atau wahana penyalur suatu informasi belajar atau penyalur pesan dengan bepergian ke sebuah obyek  untuk dipelajari di suatu tempat di mana obyek itu berada. Dan sebab-sebab penggunaan media karyawisata antara lain:
1.      Obyeknya terlalu besar
2.      Obyeknya akan mengalami perubahan atau kerusakan jika dipindahkan dari tempatnya
3.      Obyeknya terlampau berat
4.      Obyeknya berbahaya jika dibawa ke kelas
5.      Obyeknya hanya terdapat di suatu tempat tertentu
Sedangkan Teknik-teknik yang umumnya digunakan dalam karyawisata  ialah: Observasi, wawancara, diskusi. Dan adapun langkah-langkah yang perlu dalam proses berkaryawisata antara lain: Masa persiapan guru sebelum karyawisats, masa pelaksanaan karyawisata, dan masa kembali dari karya wisata.
Kelebihan karyawisata sebagai media pembelajaran yaitu diantara:
1.      Siswa dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang  dilakukan oleh para petugas pada obyek wisata itu
2.      Kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan siswa duduk di kelas berjam-jam
3.      Siswa dapat melihat berbagai kegiatan para petugas yang berada di obyek itu
Kelemahan-kelemahan  karyawisata yang digunakan sebagai media pembelajaran diantaranya:
1.      Akan menghabiskan waktu yang agak banyak
2.      Mengajar murid-murid dialam terbuka lebih sukar dibandingkan dengan dikelas
3.      Sukar memegang ketertiban dan disiplin mengingat bahwa murid-murid lebih bebas bergerak kesana kemari



 VI.            PENUTUP
Demikian makalah mengenai media karya waisata yang dapat saya buat.  tentunya tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Maka, dengan demikian saya mengharapkan saran yang konstruktif demi penyempurnaan dalam penulisan makalah berikutnya.













                                                DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar, Media Pembelajaran, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003
Bahri, Syaiful, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT  Rineka cipta, 2010
Djajadisastra, Jusuf, Metode-Metode Mengajar, Bandung: Angkasa, 1982
Rivai, Ahmad, Media Pengajaran, Bandung: Sinar Baru Algensindo,2010
Roestiyah, N.K., Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2008





[1] Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT  Rineka cipta, 2010), hlm. 120
[2] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 3
[3] Jusuf Djajadisastra, Metode-metode Mengajar, (Bandung: Angkasa, 1982), hlm. 34
[4] Ibid , hlm. 10
[5] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1997), cet, 3,  hlm. 210
[6] Jusuf Djajadisastra, Op. Cit., hlm. 15
[7]  Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 85-87
[8] Ibid, hlm. 85-87
[9] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2010), cet. 9, hlm. 208
[10] Jusuf Djajadisastra, Op. Cit., hlm. 34